Konferensi Pers WALHI Jawa Barat
KESERIUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI DIPERTANYAKAN
DALAM PENANGGULANGAN SAMPAH BANDUNG RAYA
Sudah genap setahun sejak keluarnya kebijakan pelarangan sampah organic dibuang ke TPA Sarimukti, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Gubernur Jawa Barat Nomor: 02/PBLS.04/DLH Tentang
Penanganan Sampah Pada Masa Darurat dan Pasca Masa Darurat Sampah Bandung Raya. Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 658/Kep.579-
DLH/2023 tentang Penetapan Status Darurat Sampah Bandung Raya, dan Risalah Rapat Pertemuan Koordinasi Tindak Lanjut Penanganan Sampah di Daerah Layanan Tempat Pembuangan Kompos
Sarimukti (TPK Sarimukti) Kabupaten Bandung Barat tanggal 28 Agustus 2023.
Merespon kebijakan diatas, kami Walhi Jawa Barat telah melaksanakan monitoring dan survey ke TPAS Sarimukti pada hari Sabtu, 15 Juni 2024. Hasil dari survey dan pengamatan ini sampah organic masih dibuang ke TPAS tersebut. TPA ini masih menampung buangan sampah sebanyak 300-320 ritase perhari atau 2.500 ton perhari yang didominasi sampah organic sebanyak 70 persen. Dari jumlah volume tersebut, Kota Bandung menyumbang sampah paling banyak 170 ritase perhari yang apabila dikonversi ke berat (tonase) ±1.500 ton perhari.
Hasil dari survey ini kami coba sampaikan dalam sebuah forum audensi dengan PJ Gubernur atauPemerintah Provinsi dengan maksud untuk mendiskusikan berbagai kendala yang dihadapi, mendorong pihak provinsi untuk lebih tegas dalam mengimplementasikan kebijakan yang dibuat sebagai komitmen
kesepakatan pemangku kebijakan di kawasan Bandung Raya. Serta, mencari jalan keluar atas permasalahan atau pembangkangan berbagai pihak yang masih membuang sampah organic ke TPA.
Namun sayang, selain waktu yang disediakan pihak protokol sangat sempit, artinya Walhi hanya diberikan waktu selama 40 menit serta pihak provinsi tidak menangkap apa yang dipaparkan walhi,
sehingga pertemuan ini tidak menghasilkan apa-apa sebagaimana tujuan dan harapan Walhi.
Pertemuan (audensi) pertama tidak mendapatkan informasi utuh, maka Walhi kembali menyampaikan surat audensi kedua dengan maksud dan tujuan yang sama seperti apa yang ditargetkan pada audensi pertama. Namun kembali disayangkan, ketika dikonfirmasi kesediaan pihak gubernur untuk menerima walhi bertemua via chat beliau tidak punya waktu untuk menerima kami.
Berkaca dari kondisi tersebut, walhi menilai masalah sampah bukanlah hal prioritas yang mesti segera diselesaikan. Bahkan, adanya Intruksi Gubernur inipun terkesan hanya sebatas gugur kewajiban pemerintah provinsi akan tanggungjawab dan kewenangannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak menunjukkan keseriusan dalam implementasi Instruksi Gubernur tersebut. Mereka cenderung membiarkan sampah organik mengalir terus ke TPA Sarimukti tanpa
penindakan dan pengawasan apapun.Termasuk pihak DPRD komisi 4 yang kami minta untuk berdialog (audensi) sampai dua kali walhi
mengirimkan surat permohonan audensi pun tidak ada tanggapan serius dan tidak punya waktu untuk membahas permasalahan sampah di kawasan Bandung Raya.
Mengacu pada undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya dalam Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota adalah Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional. Serta UU 18 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang didalamnya menjelaskan terkait fasilitasi kerjasama antardaerah, menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota. Dan fasilitasi penyelesaian perselisihan antar kabupaten/antar kota dalam provinsi. Lebih jauh lagi kewenangan provinsi dalam undang-undang pengelolaan sampah adalah Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional serta Penanganan sampah di TPA/TPST regional.
Artinya pemerintah provinsi berkewajiban untuk mengawal dan mengevaluasi secara seksama. Bahkan, kalau memungkinkan reward maupun punishment perlu diterapkan agar pelanggaran atau ketidakpatuhan para penanggungjawab pengelolaan sampah atas kebijakan atau kesepakatan yang telah disepakati bersama di tingkat Kabupaten Kota tidak terjadi di kemudian hari. Seperti hal Pemerintah Kota berkewajiban untuk menekan dan melakukan pengawasan kepada para pengelola kawasan komersil tersebut untuk melakukan pengurangan sampah organiknya, dengan menggunakan instrumen perizinan atau kewajiban pengelolaan sampah bagi pengelola kawasan komersil, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah khusus pada pasal 24, 27 dan 59.Kawasan komersil yang notabene memiliki izin usaha dan memiliki lembaga pengelolabertanggungjawab untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri (tanpa harus membebani APBD), sesuai dengan PP 81 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang dapat dijadikan instrumen kontrol oleh pemerintah kota dalam hal mendorong pengurangan sampah organik.
Mengutif data food waste atau Sampah Sejenis Rumah Tangga (SSRT) DLH Provinsi Jawa barat tahun 2022 Cekungan Bandung atau Bandung Raya memproduksi sampah organik sekitar 2.327 ton perhari dan produksi sampah organik terbanyak Kota Bandung berasal dari kawasan komersil, seperti pasar, hotel, restoran, kafe, rumah sakit, mall, dll yang mencapai, 874 ton sisanya sekitar 515 ton berasal dari rumah tangga.
Lebih penting untuk diketahui secara seksama, kalau situasi ini terus terjadi maka TPAS Sarimukti tidak mampu lagi menampung buangan sampah (overload) sebelum masa habis kontrak pemakaiannya pada tahun 2025 dan konon ada permintaan perpanjangan kontrak penggunaan Sarimukti hingga 2028 dikarenakan TPA Legok Nangka belum siap beroperasi. Hal ini memunculkan resiko krisis sampah yang lebih besar lagi di Metro Bandung.
Dampak lainnya yang tidak boleh disepelekan adalah gas metan dari sampah. Menguti dari tulisan Anggita Dhiny Rarastri di artikel Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan-KLHK berjudul:
“Kontribusi Sampah Terhadap Pemanasan Global”, meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer disebabkan oleh kegiatan manusia dari berbagai sektor yang salah satunya adalah sampah.
Manusia dalam setiap kegiatannya hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah mempunyai kontribusi besar untuk emisi gas rumah kaca yaitu gas metan (CH4) diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana.Emisi GRK dari seluruh TPA di Jawa Barat pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 2,6 juta ton CO₂eq.
Studi GAIA memperlihatkan bahwa pelarangan sampah organik ke TPA dari Kota Bandung saja dapat menurunkan emisi GRK sebesar 575.428 ton CO₂eq, atau sekitar 22% dari Emisi GRK total di TPA.
Berkaca dari kondisi diatas, walhi mendesak agar pemerintahan provinsi Jawa Barat dan para pemangku kebijakan di kawasan Bandung Raya menempatkan isu persampahan menjadi isu prioritas, sehingga dampak yang ditimbulkannya bisa diminimalisir.
Selain itu, kami juga merekomendasikan berbagai hal, diantaranya:
1. Pemerintahan Provinsi Jabar harus menyusun konsep dan kebijakan berupa Pergub atau PerdaTentang Pengelolaan sampah organic di sumber yang didalamnya menekankan pada :
Penegakan hukum, pengawasan dan pembinaan yang berkesinambungan, peningkatananggaran, reward / punishment, monitoring dan evaluasi;
Mewajibkan pada para pengelolaa kawasn komersil untuk mengelola sampahnya
Membina, membimbing, mengawasi dan membantu penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan komunitas (RT/RW) dalam pengelolaan sampah
2. Mendorong ekspansi sistem pengelolaan sampah secara terpilah di sumber, pengolahan sampah organik sedekat mungkin dengan sumber, bukan ke teknologi pembakaran (RDF dan insinerator),
3. Menekan perusahaan makanan berkemasan plastik supaya mengelola bungkus kemasannya
Bandung, 13 Agustus 2024
M. Jefry Rohman
Tim Advokasi Kebijakan sampah Bandung Raya
#SampahOrganikBukanUntukTPA
https://www.instagram.com/reel/C-jzehnyxWr/?igsh=dXhlZzBzNHNrc3Ux