Senin, 28 Desember 2020

Panduan Biokonversi Menggunakan Maggot BSF

 bisa download di panduan biokonversi bsf

Proses Pengolahan Sampah Organik dengan Black soldier fly (BSF)

Paguyuban Pegiat Maggot

Ringkasan

Panduan ini akan menjelaskan proses biokonversi tersebut yang telah menjadi perhatian akhir-akhir ini. Penggunaan larva BSF sebagai pengolah sampah organik merupakan suatu peluang yang menjanjikan, karena larva BSF yang dipanen tersebut dapat berguna sebagai sumber protein untuk pakan hewan (ternak), sehingga dapat menjadi pakan alternatif pengganti pakan konvensional




Latar Belakang

Pengelolaan sampah di daerah perkotaan merupakan salah satu hal yang paling mendesak dan merupakan permasalahan lingkungan yang serius, dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di negara berkembang. Tantangan ini akan semakin meningkat karena adanya trend urbanisasi yang terjadi dan tumbuh dengan cepat di populasi masyarakat perkotaan, selain itu kita pun bisa merasakan perilaku konsumtif yang ada pada tatanan masyarakat kita dan juga mempengaruhi terhadap permasalahan sampah itu sendiri.

Refleksi terhadap timbulan sampah menurut Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutan Republik Indonesia pada Rakornas Bank Sampah Tahun 2018 di Jakarta, sebagai berikut :

Klasifikasi Sampah Berdasarkan Jenis - KLHK 2018

Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah - KLHK 2018

dengan proporsi sampah organik mencapai 57% ; 40% sisa makanan (s.o.d) menggambarkan bahwa proses pemanfaatan sampah organik belum optimal, padahal kita mengetahui bahwa sampah organik tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan kembali, baik itu menjadi kompos, biogas dan salah satu yang bernilai, adalah konversi sampah organik menjadi pakan alternatif (biokonversi) salah satunya menggunakan Black Soldier Fly.

Panduan ini akan menjelaskan proses biokonversi tersebut yang telah menjadi perhatian akhir-akhir ini. Penggunaan larva BSF sebagai pengolah sampah organik merupakan suatu peluang yang menjanjikan, karena larva BSF yang dipanen tersebut dapat berguna sebagai sumber protein untuk pakan hewan (ternak), sehingga dapat menjadi pakan alternatif pengganti pakan konvensional.

Panduan ini dibuat berdasarkan pengalaman yang melakukan operasional pengolahan sampah organik menggunakan BSF dari Paguyuban Pegiat Maggot juga dengan kajian dari beberapa referensi para akademisi di Universitas-universitas di Indonesia yang sudah melakukan hal serupa dan beberapa lembaga internasional yang juga bekerja untuk mengembangkan sistem ini.

Melalui panduan ini, diharapkan dapat membantu komunitas masyarakat atau individu-individu yang ingin bergerak dalam pengolahan sampah organik dengan BSF di kawasannya masing-masing baik skala kecil ataupun skala besar. 

Tinjauan Teori

A.    Black Soldier Fly (Hermetia ilucens)

BSF termasuk dalam Ordo Diptera, Famili Stratiomydae. Jenis serangga ini dapat ditemui di seluruh dunia yang wilayahnya beriklim tropis dan subtropis. Dalam siklus hidup BSF, telur menandakan permulaan siklus hidup sekaligus berakhirnya tahap hidup sebelumnya, di mana jenis lalat ini menghasilkan kelompok telur. Lalat betina meletakkan sekitar 400 – 800 telur di dekat bahan organik yang membusuk dan memasukannya ke dalam rongga-rongga yang terlindungi dari pengaruh lingkungan, telur bsf tersebut terjaga dari ancaman predator, sinar matahari langsung yang dapat menghilangkan kadar air pada telur dan terhindar dari air sehingga akan mengakibatkan telur membusuk.

Pada umumnya, telur-telur tersebut menetas setelah empat hari. Larva yang baru menetas, yang berukuran hanya beberapa milimeter, segera mencari makan dan memakan sampah organik di sekitarnya. Larva akan memakan bahan organik yang membusuk tersebut dengan rakus, sehingga ukuran tubuhnya yang awalnya hanya beberapa milimeter akan bertambah panjanganya menjadi 2,5cm dan lebarnya 0,5cm, sedangkan warnanya menjadi agak krem.

Dalam kondisi optimal dengan kualitas dan kuantitas makanan yang ideal, pertumbuhan larva akan berlangsung +/- 18 hari. Namun, larva BSF merupakan serangga yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, yang mampu memperpanjang siklus hidupnya dalam kondisi yang kurang menguntungkan sekalipun. BSF hanya makan saat masih di fase larva. Maka, pada tahap perkembangan larva inilah mereka menyimpan cadangan lemak dan protein hingga cukup bagi mereka untuk berpuasa sampai menjadi lalat, kemudian menemukan pasangan, kawin dan bertelur (bagi betina) sebelum akhirnya mati.

Gambar Prepupa Dengan Pengukur Digital



Gambar Siklus Hidup BSF 


Spesifikasi Kandungan Asam Amino pada BSF yang telah dikeringkan 

 

Nutrisi pada BSF yang telah dikeringkan 


Petunjuk Teknis

Habitat asli BSF adalah pepohonan dengan ketinggian tertentu dan kerapatan tertentu pula, BSF tidak makan hanya sedikit minum bahkan menghisap sedikit sari bunga semasa hidupnya yang pendek, yaitu : 7 hari saja. Bsf dewasa akan kawin ketika berumur 4 – 6 hari, BSF jantan mati setelah kawin dan BSF betina mati tidak lama setelah bertelur. Oleh karena itu dalam menyiapkan kandang atau rereang house (rh) bsf sebaiknya disiapkan pula kondisi lingkungan yang asri sehingga nyaman untuk bsf. Hal lainnya adalah jauhkan kandang atau rh dari keramaian karena akan sangat berpengaruh kepada kondisi kawin dan bertelur bsf.

Suhu, Kelembaban Udara Dan Cahaya

Mereka nyaman dalam suhu ruangan antara 29°C hingga 32°C (max 35°C), dengan kelembaban 40% hingga 60%. Dalam pengamatan Kami bsf kawin di kelembaban 50% (plus – minus) dengan suhu 32°C (max 34°C). Jika dingin BSF (baik lalat maupun larva) akan cenderung diam, tidak aktif. Fase larva BSF membutuhkan suhu dalam reactor yang lebih hangat sekitar 35°C, namun dalam suhu 45°C selama 2 (dua) jam berturut-turut ia akan mati. Oleh karena itu aerasi atau sirkulasi udara yang baik sangat dibutuhkan BSFL (BSF Larva), karena material organic yang terfermentasi akan menghasilkan panas yang bisa mencapai suhu 60°C. Hal ini sangat dipengaruhi oleh ketebalan media organic yang menjadi sumber makanan sekaligus tempat hidup (habitat) BSFL (BSF Larva) dan kepadatan media. Pada fase larva yang sering disebut maggot tidak menyukai cahaya, maka BSFL akan cenderung berada di dalam timbunan media dan pakan nya. Kondisi media yang terlalu panas akan menyebabkan bsfl berada di bagian atas media, kondisi ini biasa terjadi jika media BSFL kering dengan kandungan air dibawah 25%.

Kandungan Air Pada Media


     Alaminya BSFL hidup dalam kondisi media dengan kadar air cukup tinggi, sekitar 60% kandungan        air, dalam kondisi normal dengan kandungan air yang cukup BSFL dewasa akan mencapai                      pertumbuhan yang maksimal. Jika kandungan air terlalu banyak (lebih dari 60%) BSFL akan                   mencari     tempat yang lebih nyaman (kabur), dan jika bsfl tergenang air dalam waktu tertentu ia           akan mati.           (ada pengalaman praktisi bsf , ia mampu bertahan di air dengan sedikit udara               (5%),  namun masih            membutuhkan penelitian lebih jauh).

      Bayi Larva / Maggot BSF

Dalam penelitian kami larva bayi, day old larva (dol) ketika menetas dari telur akan mengalami penyusutun sebesar 30% dari bobot telur awal. Larva bayi/dol akan mencari tempat dan makanan yang nyaman baginya, yaitu : bahan organic. Dengan makanan yang cukup (2 kg), per gram telur setelah menetas di hari ke 9 (usia larva) atau hari ke 12 dari telur  akan mencapai bobot 500gram, artinya 714 kali bobot awalnya hanya dalam 9 hari, Dengan kasgot / ppm (pupuk padat maggot) kurang dari 200 gram (10%). Seiring pertumbuhannya kemampuan ini menurun namun karena bobotnya semakin besar maka usia 9-11 hari fase larva adalah masa dimana larva mampu menghabiskan s.o.d secara signifikan. Dalam percobaan kami 1 gram telur dengan ketersediaan pakan (s.o.d) 2kg pada saat menetas, di usia 11 hari fase larva bobotnya 600-700 gram dan mampu menghabiskan s.o.d sebanyak 2kg kurang dari 24 jam (lukman 2020 tl-itb & ppm)

Prepupa

BSFL dewasa akan mengalami perubahan warna pada kulitnya menjadi lebih gelap, semakin tua kulitnya menjadi coklat kehitaman atau terkesan hitam, hal ini diawali dengan semakin terlihat jelas buku-buku pada kulitnya dan gerakannya semakin lambat. Pada fase ini BSFL disebut dengan Pre/pra Pupa (sebelum pupa). Fase prepupa alaminya BSFL akan mencari tempat yang lebih kering, kemudian menggali tanah dan kaku menjadi pupa (fase metamorfosa) untuk menjadi lalat BSF. Fase ini umumnya dimanfaatkan oleh para pembudidaya BSF sebagai masa panen. Kondisi kandungan air sangat menentukan dalam upaya panen yang tidak memerlukan bantuan apa-apa lagi. Namun dalam kondisi suhu yang lebih dingin pre pupa akan cenderung berdiam diri sehingga migrasi BSFL yang dijadikan keuntungan pembudidaya untuk panen tidak terjadi. Oleh karena itu menjaga kondisi suhu dan kandungan air menjadi kunci utama fase migrasi. PPM melakukan pengujian terkait pengaruh suhu ruangan dan suhu reactor terhadap kemampuan prepupa bermigrasi, menyimpulkan bahwa : suhu reactor 35°C mampu membuat prepupa migrasi hingga 300% dibanding suhu reactor 33°C. Dan suhu reactor sangat dipengaruhi oleh suhu ruangan dan kepadatan media, sisi lain media yang terlalu padat dan menumpuk akan mempersulit prepupa bermigrasi. Oleh karena itu pada fase ini ketebalan media dijaga untuk tidak melebihi 10 cm, dengan tetap diberikan s.o.d 50% dari dari fase larva dewasa. Maka sebelum melakukan pemberian s.o.d lakukan pengurangan media di posisi paling atas dengan tidak membawa larva / prepupa. Dengan demikian kondisi media akan selalu tetap terjaga ketebalannya. Tujuan pemberian 50% s.o.d pada fase ini adalah untuk tetap menjaga kondisi media yang terfermentasi sehingga tetap hangat (>35°C).

Pada kondisi tertentu prepupa tetap tidak bermigrasi meskipun suhu sudah >35°C maka perlu dilakukan pembasahan pada dinding-dinding reactor dan sebagian media dengan air secukupnya dengan tetap menjaga suhu reactor >35°C

Cahaya

BSF membutuhkan cahaya yang cukup untuk kawin dan bertelur sedangkan BSFL (larva/maggot) sensitive terhadap cahaya. Sehingga salah satu faktor yang menyebabkan BSFL tidak bermigrasi adalah cahaya yang menyinari reactor. Dalam kondisi prepupa untuk menjadi pupa bahkan BSFL harus benar-benar terhindar dari cahaya. Prepupa yang terpapar cahaya terus menerus akan menyebabkan BSFL berganti kulit terus, hingga tubuhnya mengecil dan akhirnya mati.


      Kawin dan bertelur membutuhkan cahaya yang cukup, namun telur BSF harus terlindung dari              cahaya dengan suhu yang sedang (29°-32°C). Telur yang terpapar cahaya langsung terlebih dengan       suhu yang cukup panas akan menjadikan telur BSF kering sehingga tidak menetas menjadi bayi              larva, alaminya BSF meletakkan telur-telurnya pada sesuatu yang kering di atas bahan organic yang       beraroma khas bahkan beraroma busuk (atractane). BSF tidak bertelur pada sampah atau makanan          langsung, karena bersentuhan dengan bahan organic langsung akan menyebabkan basah pada telur          bsf sehingga telur menjadi rusak. Hal ini yang menjadikan mudah untuk membedakan mana telur           BSF dari lalat lainnya dan hal ini juga yang dijadikan pembudidaya untuk memancing BSF bertelur       dan telurnya terperangkap dalam perangkap telur. Sebaliknya apabila terlalu lembab atau basah              maka telur akan rusak.  

Waktu Dan Fase-fase Pada BSF

PPM melakukan pengamatan pada fase lalat bahwa 2kg prepupa ketika menjadi lalat mampu bertelur hingga 75gram selama 14 hari dengan peningkatan yang signifikan di hari ke 5 hingga hari ke 10 kemudian tren nya menurun hingga hari ke 14. Dengan kondisi suhu rata-rata di pagi hingga sore hari 32°C dan kelembaban 50%. Kondisi lain yang menjadikan hasil maksimal adalah ternaunginya rh/kandang dengan tanaman secara random sehingga cahaya matahari yang masuk terhalangi oleh vegetasi, hal ini juga menjadikan kelembaban lebih stabil di areal sekitar kandang/rh.

Referensi :

  1. Profesor (riset) DR. Ir. Agus Pakpahan (dalam berbagai kesempatan)
  2. Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai Sumber Protein Alternatif untuk Pakan Ternak - (Black Soldier Fly (Hermetia illucens) as an Alternative Protein Source for Animal Feed) - April Hari Wardhana - Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. RE Martadinata No. 30, Bogor 16114, WARTAZOA Vol. 26 No. 2 Th. 2016 Hlm. 069-078 DOI: http://dx.doi.org/10.14334/wartazoa.v26i2.1218
  3. Kumpulan pengalaman praktek teman-teman ppm di berbagai daerah.

JAWA BARAT DALAM BAYANG INVESTASI MEMANEN BENCANA BUKAN SEJAHTERA

Senin, 23 Desember 2024 WALHI Jawa Barat merelease CATAHU (Catatan Akhir Tahun 2024) di Sekretarian WALHI Jawa Barat Jalan Shimponi Kota B...