PENTINGNYA PERSPEKTIF YANG BENAR DALAM BUDIDAYA BSF
Upaya Mengelola Sampah Organik Dapur (s.o.d) Secara Masif
Dan Berkesinambungan
Oleh Tim PPMN
Pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi terhadap segala sesuatu. Disamping itu,
manusia selalu mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan
persepsi-nya terhadap kehidupan.
Setiap makhluk menghasilkan sampah
Setiap makhluk hidup menghasilkan sampah, karena kebutuhan
hidupnya. Oleh karena itu sampah adalah sebuah keniscayaan yang mustahil
dihindari. Lebih khusus sampah sisa makanan, jenis sampah ini disebut
putrescible karena mudah terurai oleh alam, namun jika dibiarkan menumpuk
sampah jenis ini bisa menimbulkan berbagai masalah hingga bencana. Dari mulai
bau tak sedap, penyebaran penyakit hingga pemanasan global. Kenapa sesuatu yang
mudah diselesaikan bisa menjadi masalah?
Perubahan Paradigma
Perubahan yang hakiki adalah perubahan yang didasari kepada
pemikiran yang benar tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta hubungan
ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada
sesudahnya – sehingga manusia mampu bangkit kemudian melakukan perubahan mendasar
dan menyeluruh. sebab pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi
terhadap segala sesuatu, manusia selalu mengatur tingkah lakunya dalam
kehidupan ini sesuai dengan persepsinya terhadap kehidupan. Permasalahan
penanganan sampah kota yang tidak pernah mencapai hasil signifikan karena tidak
menyentuh akar persoalan, yaitu :
1. Aspek
Kesadaran (bahwa sampah adalah qadar/sifat yang tetap),
2. Aspek
Penanganan (bahwa sampah bukan sesuatu yang sia-sia),
3. Aspek
Penerapan Tekhnologi (riset, pemantauan dan aplikasi),
4. Aspek
Integrasi dan Koordinasi (berbagai element untuk menyatukan nilai-nilai).
BSF dari Sudut Pandang / Perspektif Pengelolaan Sampah
Biokonversi BSF atau yang lebih dikenal dengan Maggot BSF
adalah proses alami yang belakangan ramai tidak hanya dibicarakan bahkan
diimplementasikan, terlebih oleh masyarakat. Karena budi daya ini terbilang
tidak sulit untuk diajarkan, tentunya sangat sulit pada masa awal-awal
penelitian seperti yang dilakukan oleh Prof (riset) Agus Pakpahan di tahun
2010. Murah dari sisi pembiayaannya, terbukti PPMN (Paguyuban Pegiat Maggot
Nusantara) bisa mensosialisasikan hal ini hingga ke 29 Provinsi di Indonesia,
bahkan sampai ke luar negeri hanya menggunakan media sosial dan media on line
lainnya. Manfaat hasilnya berupa pakan ternak, pupuk padat dan pupuk cair.
Semua bisa dilakukan dengan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan
konversi-konversi lainnya.
BSF pada fase larvanya mampu memakan bahan organik apa saja
(yang mungkin dan bisa dicernanya) beberapa kali bobot badan nya hanya dalam
waktu kurang dari 24 jam. Semua dicerna menjadi protein, lemak, mineral,
energi, dan vitamin. Hampir keselurahan hasil dekomposisi dengan larva/maggot
bsf ini bermanfaat. Di sisi hulu menghabiskan sampah organik, pada sisi hilir
menjadi paan terkan, bahkan dengan kemudahan pakan ternak ini akan meningkatkan
ketahanan pangan – menjadikan masyarakat lebih sehat karena lebih mudah
mengakses kebutuhan pangannya.
Masyarakat Bergerak
Komposisi timbulan sampah di Indonesia menurut data
sipsn.menlhk.go.id sebesar 40% adalah sisa makanan. Sisa makanan ini adalah
makanan terbaik bagi larva-larva bsf, dan akan terurai kurang dari 24 jam.
Biokonversi BSF ini awalnya adalah sesuatu yang cukup mahal karena beredar
pelatihan-pelatihan berbayar yang lumayan biayanya. PPMN sebagai lembaga yang
fokus kepada solusi persampahan berinisiatif untuk membagikan buku panduan BSF
kepada siapa saja secara gratis serta membentuk whats app, grup yang berkembang
menjadi puluhan wag-wag dari seluruh Indonesia. Tercatat 700an peminat dan
pelaku bsf dari 29 provinsi seluruh Indonesia, beberapa berasal dari luar
negeri seperti Malaysia, Filiphina, India, Bangladesh, USA, Mesir dll. Untuk
berinteraksi lebih masih PPMN juga membuat fb fan page, instagram dan youtube.
Semua bertujuan untuk memasifkan kegiatan bsf di masyarakat.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008,
BAB III TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN, Pasal 5 :
Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kendala apa hingga hari ini bsf
tidak menjadi pilihan multi solusi?
Dalam upaya mengurangi masalah sampah yang semakin
mengkhawatirkan, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup / Badan
Pengelola Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) sering kali fokus pada pendekatan yang
berorientasi pada pelaku usaha besar atau pengusaha yang terlibat dalam
pengolahan sampah, salah satunya melalui program maggot atau pengolahan sampah
organik. Namun, pendekatan ini bisa dikatakan terlalu terbatas, karena
sejatinya, yang memainkan peran penting dalam pengurangan sampah adalah para
pegiat yang ada di tingkat akar rumput — masyarakat yang secara langsung
berinteraksi dengan sampah di sumbernya dan memiliki potensi untuk menjadi
ujung tombak dalam mengurangi sampah, sebelum sampah tersebut mencapai tempat
pembuangan akhir (TPA).
Pemilihan untuk merangkul pelaku usaha besar, meskipun
memiliki kontribusi yang tidak bisa dipandang sebelah mata, justru mengabaikan
potensi besar yang dimiliki oleh masyarakat di tingkat bawah, yang sering kali
lebih memahami dan merasakan dampak langsung dari masalah sampah. Para pegiat
di tingkat akar rumput, seperti kelompok masyarakat yang mengelola sampah
secara mandiri, petani yang menggunakan maggot untuk mengolah sampah organik,
atau bahkan individu yang memulai kebiasaan memilah sampah di rumah, memiliki
peran yang sangat strategis. Mereka adalah garda terdepan yang mampu mencegah
sampah masuk ke TPA melalui pengolahan yang tepat di sumber, bukan hanya
menunggu proses pengolahan yang dilakukan oleh pengusaha.
Jika pemerintah hanya fokus pada pengusaha, maka potensi
kolaborasi dengan masyarakat di tingkat akar rumput akan terabaikan. Masyarakat
lokal seringkali memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih sesuai dengan
kondisi setempat dan lebih mudah diakses. Mereka dapat mengadaptasi solusi
berbasis maggot atau teknologi pengolahan sampah lainnya dengan cara yang lebih
terjangkau dan relevan dengan kebutuhan mereka. Misalnya, di daerah perkotaan
yang padat, kelompok masyarakat dapat mendirikan tempat pengolahan sampah
organik dengan maggot yang dikelola secara swadaya. Dengan pemberdayaan yang
lebih luas, mereka bukan hanya mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA,
tetapi juga mengedukasi dan memberdayakan lingkungan sekitar.
Lebih dari itu, pendekatan yang melibatkan masyarakat akar
rumput akan memperkuat prinsip ekonomi sirkular, di mana sampah yang dihasilkan
dapat diubah menjadi sumber daya yang bernilai, seperti pakan ternak dari
maggot atau kompos untuk pertanian. Ini akan menciptakan nilai ekonomi yang
langsung dirasakan oleh masyarakat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kesadaran kolektif untuk bertanggung jawab terhadap sampah. Pengusaha, meskipun
penting, sering kali memiliki orientasi bisnis yang berbeda dengan masyarakat,
yang lebih berfokus pada dampak sosial dan lingkungan dalam jangka panjang.
Pada akhirnya, jika pemerintah benar-benar ingin mengurangi
sampah yang terbuang ke TPA, mereka perlu memberikan perhatian lebih pada
pemberdayaan masyarakat di tingkat akar rumput. Pendekatan yang melibatkan
masyarakat secara langsung dalam pengolahan sampah di sumber, serta
memberdayakan mereka untuk menjadi pelaku utama dalam pengurangan sampah, akan
menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Tanpa melibatkan mereka secara maksimal, upaya pengurangan sampah hanya akan
menjadi pekerjaan setengah hati yang tidak menyentuh inti masalah, yaitu
bagaimana sampah dapat diolah sebelum mencapai TPA.