Minggu, 13 April 2025

MINUTES OF MEETING - ZOOM MEETING KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP BERSAMA PAGUYUBAN PEGIAT MAGGOT NUSANTARA

KAMIS 10 APRIL 2025

 

PROLOG

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, merupakan sebuah kesempatan yang baik dan membahagiakan, bahwa kita masih diberi kesempatan untuk bertemu, bertukar pikiran, dan berupaya memberikan kontribusi untuk keselamatan bumi dan lingkungan kita, dengan dialog awal untuk menuju tindakan nyata untuk mengurangi masalah sampah di Indonesia yang tak kunjung berakhir. Semoga pertemuan demi pertemuan yang tercipta mampu memberikan solusi untuk permasalahan tersebut di atas.

 

PEMBUKAAN

Acara dibuka oleh pembacaan TOR oleh Alfin PPMN, dilanjutkan oleh Bp. M.Ardhi Elmeidian selaku ketua Paguyuban Pegiat Maggot Nusantara.

 

PAGUYUBAN PEGIAT MAGGOT NUSANTARA

Bp. Ardhi menyampaikan bahwa permasalahan persampahan selama ini tidak menyentuh akar persoalan, padahal semua hal teknis telah dilaksanakan, dan itu terjadi di semua wilayah, mulai dari provinsi, kotamadya hingga kabupaten. Masih ada hal non teknis yang sifatnya esensial dan mendasar, namun seakan luput dari perhatian, yaitu persoalan filosofis. Masalah sampah organik dimana yang terbesar adalah food waste yang tak pernah turun bahkan bisa lebih dari 50% dari total volume sampah yang ada, namun tidak ada peraturan atau regulasi yang kuat membahas dan mengatur sampah organik tersebut. Salah satu konsep yang pernah muncul di tahun 2019 berupa pembuatan ratusan titik starter maggot, malah tak terpelihara, padahal harusnya bisa lebih digalakkan lagi. Ini cukup mengantisipasi masalah SOD (Sampah Organik Dapur) yang ternyata paling banyak dihasilkan oleh kawasan komersial seperti pasar dan horeka. Kerjasama antar departemen juga tidak sinkron, perlu adanya sinergi yang kuat antara KLH, Kementan, KKP dan PU untuk focus pada satu tujuan yaitu pengurangan dan pengelolaan sampah organik.

Setelah penyampaian dari Pak Ardhi, dilanjutkan oleh Bp. Agus Rusly S.PI M.SI selaku Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia.

 

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA


Menurut Pak Agus Rusly, sampah memang masih menjadi masalah sekaligus tantangan buat kita bersama. Dimananpun sampah belum terlihat beres, ketertiban dan kesadaran masyarakat sendiri juga masih sangat rendah. Paguyuban Pegiat Maggot dinilai sangat ingin membantu Pemerintah dalam pengurangan sampah, khususnya organic, yang jumlahnya 40% dari total sampah keseluruhan. Beberapa tempat yang telah dikunjungi Bp. Agus Rusly, salah satunya Piyungan di Jogja, sangat memprihatinkan kondisinya. Bapak Menteri sendiri telah mengeluarkan kebijakan penutupan 343 TPA open dumping.

Berkaitan dengan pemanfaatan maggot untuk membantu pengurangan sampah organik, budidayanya harus well organized, sehingga terukur nyata kontribusinya dalam pengurangan sampah organic tersebut. Faktor produksi apa saja di maggot yang perlu diperhatikan, missal untuk produksi 1 ton maggot, pasti akan berbeda jika quantity produksi berubah misalnya targetnya 100 ton, dimana metode dan sistem budidayanya akan berbeda. Memang sampah organic adalah masalah yang harus segera diselesaikan. KLHK sendiri sudah melakukan koordinasi intens dengan Biomagg, membahas hingga sistem kolektifnya. Perihal teknis ini dianggap sudah tidak bisa menggunakan system yang konvensional lagi. Masukan dari berbagai pihak sangat diperlukan juga untuk hal ini.

Peraturan – peraturan akan didorong agar implementasinya bisa berjalan lancar. Beberapa Permen disebutkan Bp. Agus Rusly, diantaranya Permen 10 tahun 2018, Permen 75 tahun 2019, Permen 14 tahun 2021.

KLH sebetulnya ingin mengundang Kementerian – Kementerian lain untuk turut serta dalam zoom meeting, namun dianggap perlu untuk solid dulu dengan Paguyuban Pegiat Maggot untuk membentuk konsep dasar bersama. Perlu dibuat peta jalan yang dipersiapkan oleh Paguyuban Pegiat Maggot seperti apa, targetnya seperti apa, dan hal – hal lain untuk menjadi pegangan bersama, untuk selanjutnya disampaikan juga ke Kementerian – Kementerian yang lain.

Bp. Agus Rusly berharap dengan pengendalian sampah organic oleh maggot bisa sangat mengurangi sampah organic dan juga meningkatkan Kesehatan Masyarakat, terutama khususnya yang berada di sekitar TPA. Mengenai collection system, perlu diperhitungkan biaya yang masih rasional dan layak dalam perhitungan biaya usaha.

Di akhir kata, Bp.Agus Rusly menyatakan terbuka dan tidak keberatan kalau lebih banyak lagi pihak yang mau ikut serta dalam diskusi pengurangan sampah, sebab ini kerja besar yang tidak sederhana.  

Setelah penyampaian dari Bp. Agus Rusly S.PI M.SI, dilanjutkan oleh Bp. Dr.Giyatno S.PI M.SI selaku Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis.

 

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN CIAMIS



Bp. Giyatno menyampaikan bahwa sejak 2017 Beliau mendorong pertumbuhan budidaya maggot di wilayah Ciamis. Sebelumnya Bp.Giyatno juga bertugas di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ciamis. Latar belakang inilah yang membuatnya berhasil menyambungkan rangkaian kegiatan Dinas Lingkungan Hidup ke Dinas Peternakan dan Perikanan

Dimulai dari penggalakan budidaya maggot sebagai pengurai sampah organic, distribusi sampah organic ke para pembudidaya maggot, hingga hilirisasinya berupa pelatihan pembuatan pelet berbahan dasar maggot. Hasilnya, para pembudidaya ikan di Ciamis sudah mulai menggunakan pellet mandiri berbahan dasar maggot, dimana ternyata kandungan karbohidrat dan proteinnya tinggi sekali, dan sudah memenuhi standart SNI.

Pemakaian pellet mandiri ini juga sudah diterapkan di peternakan ayam broiler dan ayam buras Sentul, dimana hasilnya sudah bisa menyerupai pakan pellet pabrikan dan menghemat pemakaian pellet pabrikan hingga 5 karung pellet. Terbukti program peternakan ramah lingkungan dengan menggunakan maggot untuk ungags dan ikan mampu membantu perekonomian petani dengan menurunkan tingkat biaya pakan.

Ciamis bisa dianggap sebagai satu role model yang telah praktek langsung dan menerapkan hulu ke hilir maggot dengan melibatkan semua komponen terkait, baik pemerintah daerah, Masyarakat, maupun lintas sectoral lainnya.

Sesi selanjutnya dibuka untuk partisipan Zoom Meeting, yang pertama dari anggota Paguyuban Pegiat Maggot Nusantara Bernama Bp. Iwan Juansyah dari Kelapa Dua, Bogor Timur.

 

PAGUYUBAN PEGIAT MAGGOT NUSANTARA

Bp. Iwan Juansyah menyampaikan, sudah dua tahun lebih bermitra dengan CSR PT.Indosemen. Awalnya dimulai dari beternak ayam kampung, lalu mulai diberi pakan maggot, dan terbukti benar – benar bermanfaat untuk ternaknya. Ayam kampung bisa panen dalam waktu 3 bulan. Beliau juga menjadi narasumber Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Bogor untuk pengolahan sampah organic. Untuk satu tahun ke depan juga sudah melakukan kontrak dengan BRIN Cibinong, dimana penelitiannya dilakukan di Jogja, untuk pemanfaatan cangkang lalat BSF untuk kepentingan dunia farmasi. Dari ulasan – ulasan tersebut, besar harapan untuk menggalakan program maggot, karena ke depan selain bisa mengurangi permasalahan sampah organic, khasiat dan kegunaan maggot bisa meluas bukan hanya di bidang peternakan saja, tapi juga di bidang farmasi seperti yang telah disampaikannya tadi.



Setelah itu, disambung oleh Bp. Jefry, selaku tim Advokasi Persampahan khususnya di Bandung Raya dari Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) wilayah Jawa Barat.

 

WALHI JAWA BARAT



Bp. Jefry membuka penyampaiannya dengan peristiwa TPA Sarimukti Bandung waktu itu Ketika terjadi kebakaran yang berasal dari gas metan sampah organic. Longsor di Leuwigajah juga terjadi karena timbunan sampah organic yang sudah tidak terkontrol lagi. Peraturan berupa Intruksi Gubernur tidak digubris oleh semua pihak, dimana tidak ada perubahan, sebanyak 300 s/d 320 rit per hari atau sekitar 3500 ton sampah per hari masuk ke TPA, yang mayoritas pastinya sampah organic, terbanyak adalah andil dari kota Bandung Raya sekitar 1500 ton per hari.

KSM atau pegiat masyarakat dibentuk, tapi tidak jalan, yang terakhir ada bantuan tempat pemilahan sampah organic ke rumah – rumah, tapi tidak jalan juga.

Paradigma Pemerintah bahwa sampah belum menjadi prioritas utama, dimana indikasinya adalah belum dialokasikannya biaya utama untuk penanggulangan sampah. Selain itu belum juga ada sinergi antar Lembaga pemerintah dengan lembaga lainnya, antara pemerintah dengan masyarakat, semua jalan sendiri – sendiri, belum menuju tujuan bersama.

Jadi intinya harus konsen di penanggulangan sampah organic, apalagi dengan posisi belum terpilah, menjadi makin sulit. Persyaratan administrasi yang njlimet juga membuat komunitas pengolah sampah organic jadi keder dan terkendala Ketika berurusan dengan pihak Kawasan komersial selaku penghasil sampah organic terbanyak.

Jika nanti dibentuk Permen, itu harus jelas poinnya, terutama mengenai reward and punishment, sebab selama ini tidak ada secuilpun perhatian ke komunitas yang sudah punya niat membantu dalam proses pengurangan sampah organic.

Berikutnya, Bp. Fictor Ferdinand dari YPBB (Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan) diberi kesempatan untuk urun suara.

YPBB

Bp. Fictor Ferdinand menyampaikan bahwasanya YPBB focus di topik zero waste, dimana sejak tahun 2019 sudah mendorong penanganan sampah menggunakan maggot, yang berpotensi untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat. Kita salah focus selama ini ke sampah an organic, jika bicara ekonomi sirkular, EKONOMI SIRKULAR YANG PALING MUDAH DAN REAL ADALAH MENGOLAH SAMPAH ORGANIK. Proses penutupan TPA itu sangat bagus, karena semua pihak jadi seperti dipaksa untuk mengurus sampah organiknya sendiri.

Jika bicara skala besar atau nasional, pendekatannya akan berbeda, namun YPBB telah membuat model pemilahan sampah di Kawasan pemukiman di kota Bandung, berupa role model sirkular ekonomi berbasis maggot dengan sinergi antar dinas, konsep kecil tapi banyak dianggap lebih massif dan sustain kedepannya. Terbuka harapan untuk dapat mendiskusikan hal ini lebih detail di pertemuan tatap muka secara langsung dengan semua pihak terkait.


Selanjutnya Bp. Asep Setyawan dari KLH memberikan beberapa ulasan yaitu:

  1. Pertemuan zoom meeting ini merupakan entry point, diharapkan bisa terwujud action dan tindakan aktualisasi dari wacana – wacana yang ada.
  2. Dpat mengajukan surat resmi untuk audiensi berkaitan dengan masukan dan saran dari semua pihak yang terlibat dalam zoom meeting.
  3. Perlunya memaksimalkan peran maggot sampai ke tingkat grass root, juga penyamaan visi dan misi ke seluruh wilayah Nusantara.

 

Di penghujung acara, Bp. Agus Rusly memberikan beberapa pesan, yaitu:

  1. Forum diskusi dibuat bernotulen, memiliki rekam jejak yang terstruktur.
  2. Agar komperehensif perlu setting up tematik.
  3. Itu semua diperlukan sebagai panduan untuk semua pihak, termasuk untuk komunikasi ke lintas departemen Kementerian lain dan juga bisa untuk meyakinkan para stake holder kedepannya.
  4. Secara substansi semua peraturan yang ada memang belum spesifik masuk ke maggot, untuk hal ini semua pihak bisa bersurat dalam memberikan masukannya.

 

Demikian Minutes Of Meeting ini dibuat, untuk menjadi landasan dalam rencana tindak lanjut ke depan.

Terima kasih.

PAGUYUBAN PEGIAT MAGGOT NUSANTARA




zoom dihadiri perwakilan PPMN dan jaringannya di seluruh Indonesia


Jumat, 04 April 2025

Pemilahan dan Pengurangan Sampah di Sumber: Upaya Bijak Penanganan Sampah kota Bandung (silahkan dirubah-disesuaikan judulnya)

Oleh: Enri Damanhuri 

Pengamat masalah sampah


Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota, khususnya di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah sampah. Salah satu indikatornya adalah sampah berserakan. Tidak semua sampah yang dihasilkan setiap hari dari sebuah kota mampu terkelola dengan baik. Secara kasat mata, kebersihan sebuah kota akan bisa dinilai bila kita melintas di pasar tradisional, lokasi sekitar tempat penampungan sementara (TPS), dan tempat tempat keramaian. Sebagian besar sampah yang berhasil dikumpulkan biasanya diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). 

Pemerintah kota mempunyai tanggung jawab dalam mengelola sampah kota. Namun karena beberapa alasan, dalam banyak kasus mereka belum mampu melaksanakan tugas tersebut, khususnya untuk menjamin pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan. Dikombinasikan dengan urbanisasi yang cepat, serta pengembangan kota yang belum terencana baik, maka diperlukan program aksi yang mendesak untuk memperbaik persoalan tersebut. Pemda sampai saat ini masih berputar-putar dengan persoalan harian yang selalu menjadi keluhan dan tantangan mereka, namun tampaknya belum secara serius mempertimbangkan kemungkinan pengelolaan sampah yang berbasiskan pada reduksi dan pemanfaatan sampah di sumber. 

Kendala utama dalam pengelolaan sampah kota adalah belum adanya kebijakan publik yang mendorong berlakunya pengelolaan sampah secara baik. Selama ini sifat kebijakannya lebih banyak hanya tertuang di atas kertas atau diwacanakan melalui masmedia. Kebijakan publik mendorong munculnya strategi bagaimana mengelola sampah secara baik, diikuti dengan kebijakan anggaran yang mendukung, serta munculnya peraturan-peraturan yang sesuai. Peraturan tersebut perlu diikuti oleh adanya penegakan hukum yang terus menerus, disertai kebijakan memberikan insentif bagi mereka yang dianggap berhasil. Dengan demikian, masyarakat penghasil sampah diharapkan secara konsisten dan berkesinambungan akan bersedia melaksanakan prinsip-prinsip penanganan sampah secara baik.

Bagaimana sampah di kota Bandung dikelola selama ini? Secara garis besar, sampah yang berasal dari kelompok masyarakat yang mampu, melalui inisiatif RT-RW atau inisiatif individu, dikumpulkan oleh petugas, kemudian diangkut ke sebuah TPS. Sebagian dari TPS TPS tersebut dikelola oleh DLH kota Bandung, sebagian lagi terlihat tanpa pengelola (liar), mungkin karena yang disediakan oleh kota belum mencukupi atau mungkin karena jaraknya yang terlalu jauh untuk dijangkau oleh penghasil sampah. 

Di beberapa perumahan, DLH kota Bandung mengirimkan truk sampah ke perumahan tersebut, dan mengumpulkan sampah yang telah berada di gerobak sampah RT-RW setempat. Dalam hal ini gerobak-gerobak sampah tersebut berfungsi sebagai TPS. Bisa dipastikan bahwa lokasi dimana gerobak-gerobak tersebut parkir dan menunggu waktu pengambilan oleh truk kota (bisa seminggu sekali baru diangkut) kondisinya tidak bersih. Kemudian sampah terkumpul tersebut diangkut ke TPA di Sarimukti, yang dikelola oleh Propinsi Jawa Barat, sekitar 40 km dari kota Bandung. Sebagian dari masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan atas inisiatip RT-RW, terpaksa membawa sampahnya ke luar rumahnya masing masing, mungkin ke TPS terdekat, atau ke tanah-tanah kosong, atau ke sungai. Tetapi mereka umumnya berusaha agar sampahnya tidak menumpuk di sekitar rumahnya. Masyarakat akan malu bila di sekitar rumahnya terlihat tidak bersih. 

Dalam hal sampah dikumpulkan oleh RT-RW, komunitas tersebut menyediakan sendiri sarana pengumpulnya, biasanya gerobak sampah, atau gerobak-motor sampah. Untuk mengumpulkan secara rutin, mereka membayar petugas sampah baik melalui iyuran bulanan, yang biasanya disatukan dengan jasa keamanan. Bila tidak melalui RT-RW, mereka bisa meminta jasa seseorang, atau jasa petugas sampah dari RT-RW tetangga untuk mengumpulkan sampahnya, dengan honor tertentu. 

Warga kota Bandung sebagian besar membayar 2 (dua) kali atas jasa pelayanan sampahnya. Pertama melalui RT-RW masing-masing. Besarnya bervariasi sesuai kesepakatan setempat, sehingga kualitas pelayanannya akan tergantung dari kemampuan bayar dan kontrol dari masing-masing komunitas. Yang kedua, warga Bandung membayar kepada Pemerintah Kota, yang ditarik melalui jasa RT-RW setempat. Sehingga dapat dikatakan bahwa urusan kebersihan di lingkungan masing-masing adalah urusan warga, terserah bagaimana cara dan inisiatipnya, termasuk dibawa ke titik-titik pengumpulan liar. Sementara kota Bandung hanya bertanggung jawab membawa sampah dari TPS ke TPA. 

Sampah yang terkumpul di TPS biasanya tidak langsung diangkut ke TPA karena menunggu diambil oleh truk pengangkut. Ketersediaan armada truk dan jarak angkut ke TPA yang cukup jauh merupakan faktor utama lambatnya pengangkutan sampah dari TPS-TPS tersebut. Titik titik lokasi TPS inilah yang sebetulnya rawan menjadi tempat akumulasi sampah, sehingga terlihat jorok, dan menimbulkan kesan bahwa masyarakat kota Bandung tidak tertib membuang sampahnya. Ditambah lagi dengan adanya TPS-TPS liar seperti disebutkan di atas. 

Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia, kota Bandung saat ini masih mengandalkan adanya TPA, yaitu TPA Sarimukti, yang sebetulnya sudah melebihi kapasitas tampungnya. Diperlukan kemauan bersama agar jumlah sampah yang akan diangkut ke TPA dapat berkurang, khususnya melalui pengelolaan sampah yang berbasiskan pada reduksi dan daur ulang oleh penghasil sampah misalnya melalui program bank sampah, khususnya untuk sampah yang bernilai jual. Pemilahan sampah menjadi kunci keberhasilan program ini. Sampah yang tidak terkelola, apalagi bercampur dengan sampah sisa makanan dan buah buahan, menimbulkan masalah bau dan mengundang lalat serta tikus ke tumpukan sampah tersebut. 

Sampah, bila tidak ditangani secara baik, bisa menimbulkan permasalahan/gangguan, seperti estetika, bau, tempat bersarangnya vektor penyakit, khususnya bila kita menghadapi sampah yang mudah membusuk. Sementara sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik bila dibuang begitu saja secara langsung berpengaruh terhadap lingkungan, khususnya berpotensi sebagai mikro-plastik yang dapat mengganggu biota air, dan menimbulkan masalah estetika dan mengganggu jalannya air seperti drainase kota. Sampah jenis ini pada kenyataannya bercampur-baur dengan sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, bangkai binatang, sehingga keseluruhannya menjadi permasalahan bagi kenyamanan dan kesehatan masyarakat. 

Pemisahan sampah sisa makanan dengan jenis sampah yang lain merupakan langkah utama yang harus dilakukan oleh kota Bandung dengan dukungan masyarakatnya. Program ini harus terus disosialisasi serta diupayakan oleh pemerintah kota Bandung. Sampah jenis ini disamping berasal dari dapur dari rumah-rumah penduduk, juga berasal dari pasar-pasar tradisional, restoran dan sejenisnya, yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 40% dari total berat sampah yang dihasilkan. Sampah jenis ini dapat dikelola secara mandiri oleh penghasil sampah, misalnya melalui pengomposan sederhana, atau melalui pembiakan larva lalat BSF (black soldier fly) atau maggot, yang dapat digunakan sebagai makanan bagi ternak dan ikan serta penggunaan lainnya. Pegiat maggot banyak dijumpai di Bandung Raya. Yang menjadi kendala, bagaimana mempertemukannya dengan penghasil sampah organik seperti disebutkan di atas. Diperlukan intervensi aktif pemerintah kota Bandung. 

Menurut DLH kota Badnug, saat ini jumlah sampah yang dihasilkan oleh kota Bandung adalah sekitar 1.600 ton/hari, dan 82% diantaranya berhasil diangkut ke TPA. Kota Bandung menargetkan bahwa 60% sampah di tingkat RW melalui pemilahan. Kota Bandung telah memperkenalkan Program Kang Pisman (kurangi-pisahkan-manfaatkan) serta Program Kawasan Bebas Sampah. Dari informasi, yang sudah terlibat adalah sebanyak 69 RW, 13 kelurahan, 8 kelurahan. Program ini telah berhasil mengurangi jumlah sampah yang diangkut ke TPA lebih dari 30%. Bila program tersebut dapat ditingkatkan secara berkesinambungan, sampah yang akan diangkut ke TPA akan berkurang secara signifikan, sehingga akan mengurangi biaya angkut ke TPA yang kabarnya di atas Rp 200.000/ton, dan mengurangi biaya penanganan sampah di TPA Sarimukti yang besarnya Rp 50.000/ton. Biaya penghematan ini mungkin dapat dijadikan sebagai insentif bagi penghasil sampah yang berhasil mengurangi sampah terangkut ke TPA. 

Bandung 6 Juni 2022 
Enri Damanhuri 
E-mail: enri.damanhuri@gmail.com

MINUTES OF MEETING - ZOOM MEETING KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP BERSAMA PAGUYUBAN PEGIAT MAGGOT NUSANTARA

KAMIS 10 APRIL 2025   PROLOG Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, merupakan sebuah kesempatan yang baik d...