LATAR BELAKANG
Persoalan
sampah di Kota serta upaya pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kota
dan kabupaten untuk mengatasi sampah terus berlanjut. Beragam program.
Khususnya Kota Kembang Bandung yang menjadi sorotan berbagai pihak, paska
longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah mendapat perhatian berbagai
kalangan. Peristiwa longsornya TPA leuwihgajah yang belakangan dijadikan Hari
Perduli Sampah Nasional (HPSN) selain menimbulkan korban jiwa, kerugian
material, juga berdampak buruk pada lingkungan.
DEFINISI
Pentingnya
definisi sangat mempengaruhi pola-pola perlakuan hingga penanganan terhadap
sesuatu yang didefinisikan, oleh karenanya sebuah definisi sebaiknya memberikan
informasi yang jelas mengenai fakta sesuatu serta informasi mengenai fakta
tersebut, hubungan fakta dan informasi inilah yang menjadi definisi.
Definisi Limbah menurut Enri Damanhuri adalah Semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan tersebut kadang–kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan baku .
Limbah
Domestik adalah limbahyang dihasilkan dari kegiatan rutin (sehari-hari)
manusia, umumnya dalam bentuk:
· Cair : dari kegiatan
mencuci pakaian dan makanan, mandi, kakus (tinja dan air
seni), menyiram, dan kegiatan lain yang menggunakan air
di rumah
· Padat : dikenal sebagai
sampah (domestik). (enri damanhuri)
Sampah Menurut Undang-undang Nomor : 18 Tahun 2008
Definisi
sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah [68] adalah sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Definisi Sampah : sampah adalah bagian dari kehidupan manusia yang pada prakteknya tidak bisa dihindari produksinya seiring dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, maka sampah adalah sebuah sunnatullah / kausalitas kehidupan ; dimana sampah memiliki sifat-sifat alami (qadar) yang wajib (fardhu kifayah) untuk diselesaikan. Karena sampah memiliki sifat-sifat alami yang tetap maka dalam penyelesaiannya akan semakin mudah jika memahami sifat-sifat dasarnya dan bagaimana alam mencernanya.
PERUBAHAN MENDASAR
Dalam
penanganan problem persampahan sering kita mendengar tentang perubahan pola
hidup masyarakat, perubahan pandangan terhadap sampah dan perubahan-perubahan
lainnya. Perubahan yang hakiki adalah perubahan yang didasari kepada pemikiran
yang benar tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta hubungan ketiganya
dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya –
sehingga manusia mampu bangkit kemudian melakukan perubahan mendasar dan
menyeluruh. Kemudian diarahkan kepada pemikiran yang baru, sebab pemikiranlah yang
membentuk dan memperkuat persepsi terhadap segala sesuatu, selain itu manusia
selalu mengatur tingkah lakunya dalam kehidupan ini sesuai dengan persepsinya
terhadap kehidupan. Permasalahan penanganan sampah kota yang tidak pernah
mencapai hasil signifikan karena tidak menyentuh akar persoalan, yaitu :
1.
Aspek kesadaran (bahwa sampah adalah qadar/sifat yang tetap),
2.
Aspek penanganan (bahwa sampah bukan sesuatu yang sia-sia),
3.
Aspek penerapan tekhnologi (riset, pemantauan dan aplikasi),
4.
Aspek integrasi dan koordinasi (berbagai element untuk
menyatukan nilai-nilai).
PENGENDALIAN SAMPAH MENURUT UNDANG-UNDANG DAN AHLI PERSAMPAHAN SERTA GAGASAN ZERO WASTE
Dilihat
dari keterkaitan terbentuknya limbah, khususnya limbah padat, ada 2 (dua)
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan akibat adanya limbah,
yaitu:
· Pendekatan proaktif:
yaitu upaya agar dalam proses penggunaan bahan akan dihasilkan limbah yang
seminimal mungkin, dengan tingkat bahaya yang serendah mungkin.
· Pendekatan reaktif: yaitu
penanganan limbah yang dilakukan setelah limbah tersebut terbentuk. (Enri Damanhuri Dan Tri Padmi)
Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu:
1.
Pengurangan
sampah, yaitu pembatasan terjadinya sampah,
2.
guna-ulang
dan daur-ulang,
3.
Penanganan
sampah , yang terdiri dari :
·
Pemilahan:
dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah
·
Pengumpulan:
dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,
·
Pengangkutan:
dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah
sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir
·
Pengolahan:
dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah
Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste). Secara teoritis, gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum pernah dapat direalisir. Oleh karenanya, gagasan ini lebih ditonjolkan sebagi semangat dalam pengendalian pencemaran limbah, yaitu agar semua kegiatan manusia handaknya berupaya untuk meminimalkan terbentuknya limbah atau meminimalkan tingkat bahaya dari limbah, bahkan kalau muingkin meniadakan. (enri damanhuri)
PENGELOLAAN SAMPAH
Konsep
zero waste adalah utopis karena sampah adalah QADAR yang hadir bersamaan dengan
hadirnya makhluk, baik makhluk hidup maupun mati, baik bergerak maupun diam.
Realitas sampah menjadi eksis karena adanya kehidupan secara umum maupun
khusus, setiap kehidupan dimana sesama makhluk berinteraksi akan menghasilkan
sampah atau dalam bahasa prof. enri di atas hanya sebagai “spirit”.
Yang
lebih rasional adalah “management” atau pengaturan, jika hari ini sampah
bermasalah kemudian pemerintah tidak mampu menyelesaikannya maka selagi
persoalan ini tidak terselesaikan menjadi tanggungjawab setiap individu untuk
melakukan tindakan yang mengarah kepada penyelesaian (fardhu kifayah). Untuk
itu dibutuhkan pemimpin yang mampu mengarahkan energy masyarakat kepada segala
sesuatu yang menyelesaikan, dengan kata lain pemerintah wajib memimpin
masyarakat ke arah yang telah ditentukan.
Satu
hal yang perlu dipahami bersama bahwasannya fardhu kifayah jika belum tuntas
persoalannya maka fardhu kifayah ini adalah fardhu ain dengan tidak merubah
esensinya.
Pertanyaan
berikutnya ke arah mana masyarakat akan dibawa???
Fardhu kifayah utamanya adalah kewajiban pemerintah, maka dalam upaya menentukan arah perbaikan juga menjadi kewajiban pemerintah, meskipun metode dan caranya bisa saja diambil dari ahli persampahan atau khalayak biasa, tujuannya adalah minimalisir sampah yang bertumpuk dengan pengolahan sehingga sampah yang ditimbun di TPA berkurang.
Dalam hal ini pilihan teknologi menjadi jalan yang bisa mempercepat atau bahkan memperlambat metode atau cara minimalisir sampah tersebut. Teknologi memang bukan utama tapi salah menentukan teknologi akan menjadi pisau bermata dua, satu sisi menyelesaikan – sisi lain memicu masalah baru.
Dalam menentukan pilihan teknologipun harus memiliki arah yang jelas, sejalan dengan tujuan minimalisir sampah. Teknologi apa yang mampu dengan cepat dan tanpa dampak untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Teknologi tidak selalu mahal jika kita mampu menguasainya, pilihan teknolgi alami misalnya sangat mungkin dilakukan dengan anggaran minim sekalipun. Jika teknologi yang dipilih membutuhkan anggaran yang besar seharusnya tidak masalah juga, karena jika kita menguasainya bargaining position akan kuat ditangan kita sehingga swasta tidak semena-mena dalam meraup keuntungan.
Menentukan pilihan teknologi mutlak harus dilakukan perbagai percobaan dalam tingkat yang sekecil mungkin untuk minimalisir biaya namun representative. Inilah spirit kemajuan teknologi yang tidak akan pernah dimiliki oleh bangsa, suku, bahkan ideology manapun kecuali keikhlashan menjadi ruh nya. Sehingga bersungguh-sungguh dan konsekwen (istiqamah), pantang menyerah mencari terus menerus hingga ditemukan jawaban yang tepat untuk menjawab setiap persoalan.
Pemerintah wajib menganggarkan kegiatan percobaan dan riset-riset kecil untuk kebutuhan masa kini dan masa datang, kemudian pemerintah pula memimpin masyarakat dalam melakukan apa yang telah di uji cobakan, sehingga kecil kemungkinan akan terjadi kesalahan. Sekalipun kesalahan itu ada, akan dengan mudah dilakukan perbaikan sehingga tidak berlarut-larut.
SEKULARISME MENHILANGKAN KEIKHLASHAN
hari-hari
belakangan ini pemerintah cenderung melepaskan tanggungjawabnya kepada
masyarakat terkait persoalan persampahan ini. Semangat Undang-undang nomor 18
tahun 2008 adalah menyerahkan porsi yang lebih besar kepada masyarakat untuk
melakukan tindakan pengelolaan sampah, bahkan kecenderungannya bagian
masyarakat menyelesaikan persoalan sampah ini lebih besar dari pemerintah.
Beberapa
tahun berlalu, terbit Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, Peraturan
Mentri PU Nomor 3 tahun 2013. Semangat semua aturan itu adalah melibatkan
sebanyak mungkin masyarakat untuk menyelesaikan persoalan persampahan.
Melibatkan masyarakat, memobilisasi masyarakat adalah sah-sah saja, yang
menjadi persoalan adalah siapa yang memimpin masyarakat dan ke arah mana
masyarakat diarahkan? Terbit pula Peraturan Presiden Tentang Waste To Energy,
meskipun belum membacanya namun dari judulnya “sampah menjadi energy” jelas
membutuhkan investasi yang tidak sedikit, sisi lain internal negeri ini tidak
berpengalaman dalam sampah menjadi energy ini. Ke depan sudah dapat diprediksi
yang akan terjadi, sebagai berikut :
1.
Karena
investasi yang besar dan negeri ini tidak kontribusi dalam penyertaan modal
hanya lahan dan bahan baku, dapat diprediksi “Negeri
ini akan berada di bawah telapak kaki pengusaha-pengusaha asing”
2.
Minim bahkan tanpa pengalaman mengolah sampah menjadi energy akan
melemahkan dalam setiap argumentasi, meskipun ada secara terpisah pelaku-pelaku waste to energy
sangat sporadic dan rapuh, hal ini akan memuluskan kekuasaan baru energy
terbarukan yang dikuasai asing.
3.
Semua
itu dapat dipastikan dibangun di lahan milik Negara atau Pemerintah Daerah,
jika dalam rencana tata ruang tidak layak, kemungkinan besar akan dilayakkan,
jika di sekitar dekat lokasi terdapat permukiman dan terjadi sesuatu yang tidak
kita inginkan, asing akan dengan mudah meninggalkan lokasi
masyarakat yang menanggung derita.
4.
Belum
lagi jika ternyata investasi tersebut berisiko, jika risiko terburuk terjadi
dipastikan rakyat yang akan membayarnya.
Kesimpulan Dan Nasihat Kepada Pemimpin
1.
Pemimpin
bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya di akhirat kelak akan
mempertanggungjwabkan setiap tindakkan berupa kebijakannya.
2.
Percaya
diri dan menjadi diri sendiri, menggali dan mengelola potensi negeri serta
sumber daya manusianya jauh lebih baik dibandingkan menggantungkannya kepada
asing.
3.
Gunakan
APBN/D untuk riset dan uji coba yang terukur dan matang, libatkan potensi anak
negeri.
4.
Gunakan
APBD/N untuk membuat pilot project di daerah masing-masing dengan tujuan dan
visi yang jelas serta tidak mubadzir (menghambur-hamburkan uang).
5.
Sekali
lagi guanakan APBN/D untuk kemashlahatan rakyat untuk merealisasikan
pilot-pilot daerah untuk langkah yang lebih besar dengan terarah.
6.
Jika
tidak mampu lakukan pencarian investasi dengan bargaining yang kuat dan tegas,
tidak sebaliknya. Semua untuk kemashlahatan bumi dan isinya.
Wallahu
‘alam …..